Kamis, 24 September 2015

Kampung Bena, sang desa penenun

Kalau kamu jalan-jalan ke Flores, kamu wajib ke Kampung Bena

Kampung Bena




Terletak di puncak bukit dengan berlatar Gunung Inerie yang menjulang megah, Kampung Bena adalah salah satu perkampungan kuno di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, sekitar 19 km selatan Bajawa. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa. Menurut penduduk kampung ini, mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di gunung ini yang melindungi kampung mereka.



Kehidupan di Kampung Bena ini tidak berubah sejak zaman megalitikum yang lalu, mereka tetap tidak tersentuh oleh teknologi yang membombardir. Kampung Bena terdiri kurang lebih 45 buah rumah yang saling mengelilingi. Bentuk kampungnya seperti persegi panjang, mengarah utara - selatan. Pintu masuk kampung dari utara lalu ke arah selatan akan semakin berundak naik. Di ujung bagian selatan puncak sekaligus tepi tebing terjal. Disini kita bisa lihat panorama sekeliling yang sangat indah. Meskipun penduduk Kampung Bena masih mempercayai dan menjalankan ritual-ritual kuno, mayoritas penduduknya sudah memeluk agama Katolik. Hal tersebut bisa dilihat dengan adanya patung Bunda Maria yang terletak di puncak Kampung Bena,

Puncak Gunung Inerie tertutup awan
Patung Bunda Maria di puncak Kampung Bena

Ada 9 suku yang tinggal di kampung ini, Dizi, Dizi Azi, Wahtu, Deru Lalulewa, Daru Solamae, Ngada, Khopa, Ago, dan suku Bena itu sendiri. Suku-suku tersebut menempati rumah-rumah yang ada di teras-teras, sementara suku Bena tinggal di rumah yang di tengah. Hal ini disebabkan karena suku Bena adalah suku yang tertua dan merupakan pendiri dari kampung ini, yang dinamakan berdasarkan mereka.

Di tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan, yang disebut bhaga dan ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.

situs megalitikum, Bhaga dan Ngadu
Bhaga dan Ngadu

Pekerjaan utama penduduk Kampung Bena adalah bercocok tanam, salah satu hasil panen mereka adalah kemiri, coklat, kayu manis, vanilla, sampai alpukat. Sementara para wanitanya menenun sambil menjaga anak. Kain tenunan merupakan komoditas utama KampungBena ini, kalau kesini sisihkanlah uang jajan kamu untuk membeli kain tenun mereka yang cantik-cantik dan sempatkanlah waktu kamu untuk mendengarkan cerita mereka. Jika dibandingkan dengan kain tenun yang sudah di toko oleh-oleh, harga jauh lebih murah. Ikat kepala/Ikat pinggang hanya 50ribu, kain berukuran sedang 150 - 250rb, dan yang ukuran besar sekitar 350ribu. Lama waktu pengerjaan untuk satu kain berukuran sedang bisa memakan waktu satu minggu. Dengan lama pengerjaan dan keterampilan yang dibutuhkan, rasanya harga segitu merupakan harga yang pantas.

beberapa hasil panen dari Kampung Bena

biji coklat sedang dikeringkan
hamparan kemiri yang dijemur
gelondongan kayu manis

Motif khas bena adalah motif binatang, seperti gajah dan kuda. Yang unik dari kain tenun Kampung Bena adalah warna-warnanya yang lembut, biru muda, terakota, kuning lembut, merah dadu, ungu pastel, semua indah menggantung di teras tiap rumah. Warna-warna ini didapat dari pewarna alami, antara lain, akar mengkudu untuk warna merah, daun ru dao untuk warna biru, kunyit untuk kuning, dan lain lain. Untuk mendapatkan warna dari kain tenun ini, bukan kainnya yang diwarnai, tetapi benangnya lah yang dicelup dengan pewarna. Prosesnya cukup rumit dan memakan waktu lebih lama dari perwarna buatan, karena itu harganya pun lebih mahal. Saya mendapatkan blog yang menjelaskan teknik pewarnaan kain dengan cukup jelas: Pewarna Alam untuk Kain Indonesia

Meskipun begitu, mereka tetap menjual kain tenun dari pewarna buatan yang ditandai dengan warna yang lebih cerah.

motif khas bena dan tenun organiknya


dan yang membuat saya lebih jatuh cinta dari Kampung Bena ini adalah penduduknya sangat ramah! Sebenarnya penduduk Flores yang saya jumpai rata-rata ramah dan mempunyai selera humor yang cukup tinggi. Mereka bisa diajak ngobrol dan dengan tulus menjawab segala pertanyaan kita, bukan hanya karena kita turis dan konsumen mereka.

wajah-wajah Bena:













Tidak ada komentar:

Posting Komentar